Sabtu, 03 Desember 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THYPOIT


LAPORAN PENDAHULUAN


A.    PENGERTIAN


Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
 ( Bruner and Sudart, 1994 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).

Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).

Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.

B. ETIOLOGI
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

C.    PATOFISIOLOGI

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

D. MANIFESTASI KLINIS
      Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
  1. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
  1. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
Ulkus sembuh menjadi cicatrix yang menyebabkan terjadinya perdarahan

(soegianto, soegeng. 2002)


E. PENATALAKSANAAN

c)      Pemberantasan lalat


a)      Imunisasi
3. Perawatan.
a)      Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah    komplikasi perdarahan usus.
b)      Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
4.      Diet.
a)      Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b)      Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c)      Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
d)     Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
5. Obat-obatan.
a)      Klorampenikol
b)      Tiampenikol
c)      Kotrimoxazol
d)     Amoxilin dan ampicillin
6.Terapi
a.       Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
b.         Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
c.         Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
d.        Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
e.         Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari


1.      Golongan Fluorokuinolon
·         Norfloksasin                         : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
·         Siprofloksasin                 : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
·         Ofloksasin                             : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
·         Pefloksasin                            : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
·         Fleroksasin                            : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
2.      Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

F. KOMPLIKASI
a. Komplikasi intra intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1)      Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2)  Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN THYPOIT

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
 yang terdiri dari :
  1. Pemeriksaan leukosit
    Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
  2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
    SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
  3. Biakan darah
    Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif  tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
    1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
    Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
    2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
    Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
    3) Vaksinasi di masa lampau
    Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
    4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
    Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
  4. Uji Widal
    Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1)      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2)      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3)      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Pengkajian
1.      Riwayat keperawatan
Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
2.      Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan



























Pohon Masalah

Diagnosa Keperawatan
1.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
3.      Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh

Perencanaan Keperawatan
a.       Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan:
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil:
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi:
1.      Anjurkan kepada keluarga pasien tentang kompres yang benar
Rasional: keluarga dapat melakukan kompres sendiri apabila sewaktu terjadi hipertermi
2.      Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
            Rasional: mendeteksi secara dini adanya kelainan.
3.      Beri minum yang cukup
            Rasional: mengantikan cairan yang hilang melalui mekanisme panas (keringat).
4.      Berikan kompres air hangat
Rasional: dengan kompres air hangat dapat memperlebar pembuluh darah sehingga menekan sistem saraf pengatur suhu tubuh melai hipotalamus
5.      Anjurkan pasien untuk memakai pakaian (baju) yang tipis
            Rasional: memberi rasa nyaman dan mencegah dehidrasi
6.      Pemberian obat antipireksia
            Rasional: menurunkan suhu tubuh melalui mekanisme obat secara kimiawi.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
Tujuan:
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil:
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
intervensi:
1.      Menilai status nutrisi pasien
Rasional:
2.      Ijinkan pasien untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi pasien, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan  meningkat.
Rasional:
3.      Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
Rasional:
4.      Menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
Rasional: mempertahankan dan menambah kebutuhan akan nutrisi
5.      Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
Rasional: mengtahui
6.      Mempertahankan kebersihan mulut pasien
Rasional: mencegah infeksi dan menambah selera makan pasien
7.      Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
Rasional: bertambah pengetahuan pasien dan keluarga di harapkan dapat meningkatkan perilaku sehari-hari dalam mengkomsumsi makanan yang bergisi.
8.      Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi pasien
Rasional: alternatif pemberian makanan melalui parenteral dapat mempertahankan kebutuhan tubuh akan nutrisi.

c.       Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
Tujuan:
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil:
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi:
1.      Mengobservasi tanda-tanda vital
Rasional: mendeteksi secara dini adanya kelainan.
2.      Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi
3.      Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
Rasional:
4.      Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
Rasional:
5.      Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
Rasional:
6.      Memberikan antibiotik sesuai program
Rasional:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar