Sabtu, 03 Desember 2011


LAPORAN PENDAHULUAN

A.    DEFINISI

BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.

B.     ETIOLOGI
Menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
1)      Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen.
2)      Ketidakseimbangan endokrin.
3)       Faktor umur / usia lanjut.
4)      Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya:
1)      Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
2)      Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel.
3)      Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.
4)      Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.















C.     PATOFISIOLOGI
TESTIS                                                                         USIA LANJUT

PADA FASE AWAL PROSTAT HYPERPLASIA

POLA DAN KUALITAS MIKSI BERUBAH

KONTRAKSI MUSKULUS DESTRUSSOR
TIDAK ADEKUAT (LEMAH)

RETENSIO URINE TOTAL                         RESIDUAL URINE
(FASE DEKOMPENSASI)








NYERI
OLEH TEKANAN TEKANAN INTRA VESIKA URINARIA
 

INKONTINENSIA PARADOKSA OVERFLOW INCONTINENSIA (TEKANAN INTRA VASKULER URINARIA DARI PADA TEKANAN SPINKTER BERSIFAT KRONIS)
 



























D.    MANIFESTASI KLINIS


 




Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1.      Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2.      Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi:
  1. Retensi urin
  2. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
  3. Miksi yang tidak puas
  4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
  5. Pada malam hari miksi harus mengejan
  6. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
  7. Massa pada abdomen bagian bawah
  8. Hematuria
  9. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin)
  10. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
  11. Kolik renal
  12. Berat badan turun
  13. Anemia
Gejala Klinis
Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, gejala iritatif, terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa untuk buang air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge incontinence). Kedua, gejala obstruksi, terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong (incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil (hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil terputus-putus (intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow4.
Tanda Klinis
Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dengan konsistensi kenyal.


E.     PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan BPH berupa :
a.       Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan. Tindakan yang dilakukan adalah observasi saja tanpa pengobatan.
b.      Terapi Medikamentosa
Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat (medikamentosa).
c.       Terapi Bedah Konvensional
Open simple prostatectomy
Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu besar, di atas
100g, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli.
d.      Terapi Invasif Minimal
1.  Transurethral resection of the prostate (TUR-P)
Menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan elektrokauter.
2. Transurethral incision of the prostate (TUIP)
Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan dengan ukuran prostat kecil.
e.       Terapi laser
Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP) yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy.
f.       Terapi alat
1. Microwave hyperthermia
Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui uretra atau
rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.
2. Trans urethral needle ablation (TUNA)
Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan prostat.
3. High intensity focused ultrasound (HIFU)
Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus.
4. Intraurethral stent
Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk mempertahankan lumen uretra tetap terbuka.
5. Transurethral baloon dilatation
Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa prostatika dan leher kandung kemih.
Penatalaksanaan lain yang di lakukan adalah:
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya adalah:
1.         Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat   berkembang menjadi kanker prostat.
2.         Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.
3.         Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
4.         L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan ke susunan syaraf pusat.
5.         Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
1.      Mengurangi makanan kaya lemak hewan
2.      Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3.      Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4.      Berolahraga secara rutin
5.      Pertahankan berat badan ideal

F.      KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalah
  1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
  2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi
  3. Hernia / hemoroid
  4. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu
  5. Hematuria
  6. Sistitis dan Pielonefritis
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DIAGNOSA BPH

1.      Pengkajian
Riwayat Keperawatan
·           Suspect BPH ® umur > 60 tahun
·           Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
·           Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran, melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti infeksi.
·           BPH ® hematuri

2.      Pemeriksaan Fisik
·           Perhatian khusus pada abdomen ; Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
·           Distensi kandung kemih
·           Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik ® retensi urine
·           Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan pasien ingin buang air kecil ® retensi urine
·           Perkusi : Redup ® residual urine
·           Pemeriksaan penis : uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
·           Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) ® posisi knee chest
Syarat          :           buli-buli kosong/dikosongkan
Tujuan         :           Menentukan konsistensi prostat
Menentukan besar prostat
3.      Pemeriksaan Penunjang
  1. Pemeriksaan Radiologi
Pada Pemeriksaan Radiologi ditujukan untuk
a.         Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
b.         Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
c.         Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak

Beberapa Pemeriksaan Radiologi
a.         Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi, dipertikel buli.
Indikasi         : disertai hematuria, gejala iritatif menonjol disertai urolithiasis
Tanda BPH   : Impresi prostat, hockey stick ureter
b.         BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
c.         Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko ureter/striktur uretra.
d.        USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran prostat jinak/ganas

  1. Pemeriksaan Endoskopi.
  2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Q max : > 15 ml/detik ® non obstruksi
10 - 15 ml/detik ® border line
< 10 ml/detik ® obstruktif

  1. Pemeriksaan Laborat
·           Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
·           RFT ® evaluasi fungsi renal
·           Serum Acid Phosphatase ® Prostat Malignancy


Pohon Masalah
















Diagnosa keperawatan
  1. Gangguan rasa nyaman;nyeri b/d spasme otot spincter
  2. Perubahan pola eliminasi:retensi urin b/d obstruksi sekunder
  3. Resiko tinggi terjadi infeksi b/d kateterisasi
  4. Cemas/ancietas b/d kurangnya informasi tentang penyakit



 
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

TGL
DX. KEP
TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN
RENCANA TINDAKAN
RASIONAL
TTD

Gangguan Rasa Nyaman;Nyeri B/D Spasme Otot Spincter

















Perubahan pola eliminasi urin:retensi urin b/d obstruksi sekunder














Resiko tinggi terjadinya infeksi b/d kateterisasi












Cemas/ ancietan b/d kurangnya informasi tentang penyakit
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat, dengan kriteria hasil:
1.      secara verbal pasien mengungkapkan nyeri bekurang/ hilang.
2.      pasien dapat beristirahat dengan tenang.











Setelah dilakukan tindakan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin, dengan kriteria hasil: pasien dapat bung air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.












Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi, dengan kriteria hasil:
a.       TTV dalam batas normal
b.      Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c.       Luka insisi semakin sembuh dengan baik.







Setelah di lakukan tindakan perawatan selama 1-2 hari pasien di harapkan kecemasan berkurang dengan kriteria hasil:
a.       pasien dapat menyatakan kecemasan yang di rasakan
b.      pasien dapat beristirahat dengan tenang
c.       tensi dan nadi dalam batas normal.
d.      Ekspresi wajah ceria/ rileks
a.    Observasi TTV
b.    monitor dan catat adanya rasa nyeri,lokasi,durasi dan faktor pencetus serta penghilang rasa nyeri
c.    Beri kompres hangat pada abdomen terutama bagian bawah.
d.   Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi.
e.    Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.







a.       lakukan irigasi kateter secara berkala /terus menerus dengan teknik steril.
b.      Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dlm keadaan tertutup
c.       Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah / jaringan.
d.      Monitor urin setiap jam
e.       Ukur intake dan output cairan


a.       Pertahankan sistem kateter steril, berikaan betadine pada kateter dan ujung uretra kemudian tutup dengan kasa.
b.      Observasi tanda dan gejala infeksi saluran kecing
c.       Kolaborasi dengan dokter untuk pergantian kateter atau obat antibiotika.






a.       berikan dorongan terhadap tiap- tiap proses kehilangan status kesehatan yang timbul.
b.      Batasi staf perawat/ petugas yang menangani pasien.
c.       Temani pasien bila gejala- gejala kecemasan timbul.
d.      Berikan kesempatan bagi pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
e.       Berikan informasi tentang program pengobatan dan hal-hal lain yang mencemaskan pasien.
f.       Anjurkan pasien istirahat sesuai dengan yang di programkan.
a.   Mengetahui keadaan umum pasien dan deteksi dini adanya kelainan.
b.   Mengetahui derajat nyeri
c.   Meningkatkan relaksasi otot spinkter dan dapat menurunkan rasa nyeri
d.  Mengurangi ketidak nyamanan dan dapat menurunkan ransangan  nyeri.
e.   Cara kerja obat secara kimiawi dapat menekan ransangan nyeri melalui saraf perifer




a.       mencegah port de entree mikroorganisme melalui selang kateter.
b.       Mencegah aliran balik urin ke dalam vesica urunaria.
c.       Mencegah infeksi dan menghambat masuknya mikroorganisme.
d.      Mengetahui jumlah, warna, konsistensi, dan bau urin.
e.       Mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.



a.       mencegah masuknya bakteri dan infeksi
b.      mendeteksi infeksi sejak dini
c.       untuk mengurangi kemungkinan resiko infeksi saluran kencing.









a.     mengurangi rasa cemas.
b.     Untuk dapat lebih memberikan ketenangan.
c.     Untuk mengurangi rasa cemas
d.    Kemampuan pemecehan masalah pasien meningkat bila lingkungan nyaman dan mendukung.
e.     Informasi yang di berikan dapat membantu mengurangi kecemasan / ansietas.
f.      Untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan pasien

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar